Guru Penggerak dan Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Program
Merdeka Belajar yang pertama kali diperkenalkan pada periode kedua kepemimpinan
Presiden Jokowi, telah menelurkan beberapa episode kebijakan yang bermuara pada
peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Salah satu dari sebelas episode yang
telah diluncurkan oleh Kemendikbudristek adalah Program Guru Penggerak.
Lewat
program tersebut, diharapkan akan muncul guru-guru berkualitas yang nantinya
dapat menggerakkan pembelajaran di ruang-ruang kelas, menggerakkan guru-guru,
serta menggerakkan seluruh lingkungan sekolah. Program ini digagas bukan tanpa
sebab. Kualitas pendidikan Indonesia sangat rendah, yang tentu tak terlepas
dari kualitas guru yang rendah pula.
Berdasarkan
hasil studi PISA pada tahun 2018, Indonesia masih belum mampu berbicara banyak.
Indonesia bahkan tidak mampu bersaing dengan negara-negara tetangga seperti
Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, atau dengan Singapura yang pada 2018
lalu berhasil menempati posisi kedua setelah Tiongkok.
Bercermin
dari hasil yang sangat tidak mengenakkan itu, maka digagaslah Program Merdeka
Belajar, yang salah satu episodenya adalah Program Guru Penggerak. Ribuan guru
direkrut setelah lewat berbagai tahapan seleksi tentunya. Selama enam bulan
digembleng. Lewat sebuah pendidikan dan latihan (diklat) yang cukup padat dan
menguras tenaga.
Setelah
nantinya menyelesaikan diklat, guru-guru penggerak tersebut akan menjadi
pemimpin-pemimpin pembelajaran di sekolah asalnya, yakni pemimpin pembelajaran
yang berorientasi pada anak-anak didik dengan memperhatikan segenap aspek
pembelajaran yang mendukung tumbuh kembang anak. Guru penggerak diharapkan
mampu menyajikan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan, serta pembelajaran
yang memberikan kemerdekaan bagi anak-anak didik untuk belajar.
Dengan
sebuah pembelajaran yang nyaman, menyenangkan, dan merdeka, segala potensi yang
ada dalam diri anak-anak didik akan dapat tergali. Dengan demikian, guru akan
dengan mudah menuntun mereka sesuai dengan kodrat yang mereka miliki. Selain
itu pula, dengan model pembelajaran yang demikian, akan tumbuh anak-anak didik
yang kreatif, mandiri, dan berbudi pekerti.
Di
samping itu, guru penggerak diharapkan akan menjadi penggerak
komunitas-komunitas praktisi yang berperan aktif membuat komunitas belajar baik
bagi guru-guru di sekolah asalnya, pun guru-guru lain di wilayahnya. Intinya,
seorang guru penggerak harus mampu mendorong kolaborasi antarguru untuk
mengembangkan dan meng-upgrade diri lewat belajar, berbagi, dan berdiskusi
bersama di komunitas-komunitas belajar.
Bagaimana
hal itu terwujud? Seorang guru penggerak harus memiliki semangat dan komitmen
yang kuat. Komitmen untuk senantiasa menerapkan ilmu yang telah didapat selama
sembilan bulan diklat. Sebab ilmu itu akan menjadi sia-sia jika tidak
ditularkan kepada yang lain. Untuk mencapai sebuah tujuan bersama, haruslah
bergerak bersama. Maka menularkan ilmu tersebut kepada sesama adalah sebuah
keharusan.
Ini
sebuah tugas mulia yang ada di pundak seorang guru penggerak: menggerakkan
sesamanya untuk maju bersama. Maka seorang guru penggerak haruslah mengisi
“kepala dan hatinya” secara berkelanjutan dengan senantiasa terus-menerus
belajar secara mandiri. Bukan karena didorong-dorong oleh atasan atau siapa
pun. Tetapi semata-mata karena kesadaran sendiri.
Merefleksi
diri juga penting. Merenung terhadap apa yang telah dikerjakan dan
menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki diri. Nilai reflektif
ini sangat perlu dimiliki oleh setiap guru penggerak. Dengan senantiasa
merefleksi diri akan membuat seorang guru penggerak tidak pernah berpuas diri
atas apa yang dimilikinya. Tetapi akan selalu merasa haus untuk belajar.
Seorang
guru yang memiliki nilai kemandirian dan reflektif, akan membuatnya tidak
pernah berhenti berinovasi yang senantiasa dapat memunculkan gagasan-gagasan
baru dan tepat guna terkait situasi ataupun permasalahan tertentu. Di tengah
perkembangan zaman yang semakin maju, masalah yang muncul juga semakin
bervariasi. Untuk bisa mengatasinya, diperlukan jiwa inovatif dari seorang guru
penggerak.
Nilai
inovatif ini juga mendukung keterbukaan para guru penggerak terhadap gagasan
serta ide lain yang muncul dari luar dirinya untuk memecahkan masalah, mencari
informasi lain yang bisa mendukung prosesnya, sudut pandang orang lain yang
bisa membantu dirinya dalam menemukan inspirasi pemecahan masalah ataupun
mengambil keputusan, hingga pada akhirnya melakukan solusi/aksi nyata untuk
mengatasi permasalahan.
Filosofi
Ki Hadjar Dewantara
Program
Merdeka Belajar, dalam hal ini Program Guru Penggerak, ternyata sejalan dengan
filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Dalam pandangan Ki Hadjar, pendidikan
merupakan sesuatu yang lebih luas dan esensial daripada pengajaran. Sebab
mengajar hanya terbatas pada pemberian materi berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan. Tetapi mendidik, untuk menjadikan anak-anak didik menjadi manusia
seutuhnya.
Pendidikan
yang seperti apa yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara? Pendidikan yang
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada setiap anak. Bahwa tugas guru
bukanlah memaksakan sesuatu kepada anak, melainkan menuntun potensi-potensi
bawaan anak agar bertumbuh. Ki Hadjar berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan
umpama sehelai kertas yang sudah ditulisi dengan sketsa-sketsa yang masih
buram. Dengan demikian, tugas pendidik adalah menebalkan segala tulisan buram
yang berisi baik agar nampak sebagai budi pekerti yang baik.
Untuk
menumbuhkan potensi-potensi dalam diri anak, proses pendidikan harus diberi
kebebasan seluas-luasnya kepada anak dalam belajar tanpa pernah merasa tertekan
dan takut melakukan kesalahan. Merdeka belajar, begitu Nadiem Makarim
menerjemahkannya. Ki Hadjar Dewantara sependapat dengan para ahli pendidikan
berhaluan merdeka seperti Maria Montessari, Helen Parkhurst, Rabinranath
Tagore, hingga Paulo Freire. Secara singkat, Ki Hadjar menjelaskan bahwa
potensi setiap anak berbeda-beda. Maka mendidik mereka juga harus dengan
sentuhan yang berbeda-beda pula.
Dari
pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini perlu ada perubahan sistem pembelajaran. Dari
pembelajaran yang selama ini berorientasi kelas menuju sekolah yang
berorientasi individu. Ke depan, setiap siswa harus diberi keleluasaan untuk
mengambil mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. Sekolah diharapkan
lebih menghargai keunikan dan otonomi setiap siswa. Dengan demikian, diharapkan
akan dapat melahirkan manusia Indonesia yang unggul di segala bidang.
Bagaimana
caranya? Itu tadi, proses pendidikan hendaknya memberikan tuntunan dalam proses
pengembangan anak menjadi manusia yang merdeka. Untuk dapat mengemban tugas
pendidikan seperti itu, guru memainkan peran yang sangat penting. Anak-anak
merdeka hanya bisa dihasilkan oleh guru-guru merdeka.
Sebagai
seorang pendidik, saya sangat setuju dengan pemikiran-pemikiran Ki Hadjar
tentang pendidikan. Bahwa memberikan kemerdekaan belajar bagi anak-anak didik
adalah sebuah keharusan. Mereka tidak boleh dikekang dalam belajar apalagi
harus memaksakan keinginan dan kehendak guru kepada anak-anak yang mungkin
tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak mereka. Guru-guru penggerak harus
menjadi yang terdepan untuk mewujudkan filosofi Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan.